Rabu, 16 Juni 2010

Idealisme Plato

Plato dilahirkan di Atena pada tahun 427 S.M. dan meninggal disana pada tahun 347 S.M. dalam usia 80 tahun. Ia berasal dari keluarga aristokrasi yang turun-temurun memegang politik penting dalam politik Atena. Ia pun bercita-cita sejak mudanya untuk menjadi orang negara. Tetapi perkembangan politik di masanya tidak memberi kesempatan padanya untuk mengikuti jalan hidup yang diingininya itu. Namanya bermula ialah Aristokles. Nama plato diberikan oleh gurunya. Ia memperoleh nama itu berhubung dengan bahunya yang lebar.

Sepadan dengan badannya yang tinggi dan tegap raut mukanya, potongan tubuhnya serta parasnya yang elok bersesuaian benar dengan ciptaan klasik tentang manusia yang cantik. Bagus dan harmoni meliputi seluruh perawakannya. Dalam tubuh yang besar dan sehat itu bersarang pula pikiran yang dalam dan menembus. Pandangan matanya menunjuk seolah-olah ia mau mengisi dunia yang lahir ini dengan cita-citanya. Pelajaran yang diperolehnya dimasa kecilnya, selain dari pelajaran umum ialah menggambar dan melukis disambung dengan belajar musik dan puisi. Sebelumdewasa ia sudah pandai membuat karangan yang bersanjak. Sebagaimana biasanya dengan anak orang baik-baik di masa itu plato mendapat didikan dari guru-guru filosofi. Pelajaran filosofi mula-mula diperolehnya dari kratylos. Kratylos dahulunya murid herakleitos yang mengajarkan “semuanya berlalu” seperti air.

Rupanya ajaran semacam itu tidak hinggap di dalam kalbu aristocrat yang tertpengaruh oleh tradisi keluarganya. Sejak berumur 20 tahun plato mengikuti pelajaran sokrates. Pelajaran itulah yang memberi kepuasan baginya. Pengaruh sokrates makin hari makin mendalam padanya. Ia menjadi murid sokrates yang setia. Sampai pada akhir hidupnya sokrates tetap menjadi pujaannya. Dalam segala karangann ya yang berbentuk dialog, bersoal jawab, sokrates kedudukannay sebagai pujangga yang menuntun. Dengan cara begitu ajaran plato tergambar keluar melalui mulut sokrates. Setelah pandangan filosofinya sudah jauh menyimpang dan sudah lebih lanjut dari pandangan gurunya, ia terus berbuat begitu. Sokrates digambarkannya sebagai juru bahasa isi hati rakyat di Atena yang tertindas karena kekuasaan yang saling berganti. Kekuasaan demokrasi yang meluap menjadi anarki dan sewenang-wenang digantikan berturut-turut oleh kekuasaan seorang tiran dan oligarki, yang akhirnya membawa Atena lenyap ke bawah kekuasaan asing.

Plato mempunyai kedudukan yang istimewa sebagai seorang filosof. Ia pandai menyatukan puisi dan ilmu., seni dan filosofi. Pandangan yang dalam dan abstrak sekalipun dapat dilukiskannya dengan gaya bahasa yang indah. Tidak ada seorang filosof sebelumnya dapat menandinginya dalam hal ini. Juga sesudahnya tak ada. Hukuman yang ditimpakan itu dipandangnya suatu perbuatan zalim meminum racun besar sekali pengaruhnya atas pandangan hidup plato. Sokrates dimatanya adalah seorang yang sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya, orang yang tak pernah berbuat salah. Hukumn yang ditimpakan itu dipandangnya sebagai suatu perbuatan zalim semata-mata, yang dilakukan oleh orang yang moril tidak bertanggung-jawab. Ia sangat sedih dan menamakan dirinya seorang anak yang kehilangan bapak. Ia sedih tetapi terpaku karena pendirian sokrates yang menolak kesempatan yang diberikan untuk melarikan diri dari penjara, dengan memperingatkan ajarannya “lebih baik menderita kezaliman dari berbuat zalim”. Tak lama sesudah sokrates meninggal, plato pergi dari Atena. Itulah permulaan ia mengembara 12 tahun lamanya dari tahun 399 S.M. mula-mula ia pergi ke Megara, tempat Euklides mengajarkan filosofinya. Beberapa lama ia disana tidak diketahui betul. Ada cerita yang mengatakan, bahwa ia disitu mengarang beberapa dialog, yang mengenai berbagai macam pengertian dalam masalah hidup, berdasarkan ajaran sokrates. Dari Megara ia pergi ke kyrena, dimana ia memperdalam pengetahuannya ten tang matematik pada seorang guru ilmu itu yang bernama Theodoros. Disana ia juga mengajarkan filosofi dan mengarang buku-buku. Kemudian ia pergi ke Italia selatan dan terus ke sirakusa dipulau sisiria, yang pada waktu itu diperintah oleh seorang tiran, yang bernama Dionysios. Dionysios mengajak plato tinggal di istananya.



Banyak orang pasti mengenal Plato. Dialah seorang filosof Barat yang paling populer dan dihormati di antara filosof lainnya. Karya-karyanya menjadi rujukan awal bagi perkembangan filsafat dunia. Plato dilahirkan di Athena sekitar tahun 427 SM, pada masa akhir zaman keemasan Athena setelah setahun kekuasaan Pericles berakhir, atau tiga tahun sejak perang Athena dengan Sparta. Keluarganya paling terpandang di Athena.

Ayahnya, Ariston adalah keturunan raja terakhir Athena. Ibunya, Perictione adalah keturunan Solon, seorang aristokrat reformis yang menulis undang-undang tentang demokrasi Athena. Kehidupan Plato dalam lingkungan aristokrat membuatnya cukup dikenal di kalangan pejabat tinggi Athena, walau ia seorang yang pendiam dan dingin.

Pemikiran filsafatnya sangat dipengaruhi oleh gurunya, Socrates, yang telah mengajarinya selama 8 tahun. Hingga saat sang guru diadili dan dihukum, ia masih berusia 28 tahun. Setelah Socrates meninggal pada tahun 399 SM, karena terancam jiwanya akibat perang saudara kaum aristokrat dan kaum moderat serta diliputi kesedihan sepeninggal gurunya, Plato meninggalkan Athena bersama sahabat-sahabatnya. Mulai saat itulah ia melakukan perjalanan ‘filosofi’ ke berbagai kota. Hingga saat ia kembali ke Athena, ia membeli beberapa lahan di luar benteng kota Athena yang dikenal dengan nama Grove of Academus (Hutan Academus). Di sinilah awal dari tumbuhnya sekolah yang terkenal yang dinamakan Akademi. Akademi ini merupakan cikal bakal universitas Abad Pertengahan dan Abad Modern yang selama 900 tahun menjadi sekolah yang mengagumkan di seluruh dunia.

Selama sisa hidupnya ia tidak menikah, waktunya selama 40 tahun banyak dihabiskan untuk mengajar dan menulis di Akademi. Walau setelah 20 tahun mengajar ia sempat ke Syracuse, untuk mendidik raja muda, Dionisius II menjadi seorang raja filosof, yakni filosof yang menjadi raja atau raja yang belajar filsafat. Ini berkaitan dengan misi hidupnya mencapai cita-cita bagi perkembangan filsafat sejati dan pendidikan bakal raja filosof di Akademi. Baginya raja dengan pengetahuan yang baik akan mampu mengetahui kebenaran, keadilan sejati sehingga mampu menjalankan pemerintahan terbaik. Sebuah cita-cita yang di suatu masa di kemudian hari banyak memberi pengaruh terhadap raja-raja Eropa. Selepas itu ia kembali ke Akademi hingga meninggal dunia pada tahun 348 SM dalam usia 80 tahun.

Teori Idea

Plato memandang bahwa kehidupan ideal adalah kehidupan pikir, harmoni adalah idealitas jiwa manusia. Artinya bahwa akal sebagai dasar, pengendali, pengatur bagi setiap pemahaman. Ia seorang rasionalis seperti halnya Socrates. Realitas pada dasarnya terbagi ke dalam realitas yang dapat ditangkap oleh indera (kasat mata) dan realitas yang hanya dapat dipahami oleh akal. Segala yang nyata dalam alam bersifat mengalir, dapat hancur, dapat terkikis oleh waktu, karena terbuat dari materi yang dapat ditangkap oleh indera. Ini dikenal dengan sebutan dunia materi.

Sedangkan ada realitas di balik dunia materi yang di dalamnya tersimpan pola-pola yang kekal dan abadi tak terkikis oleh waktu yang dikenal dengan dunia ide. Dunia ide ini hanya dapat ditangkap oleh akal. Dunia ide inilah dunia yang sebenarnya. Dalam analogi mitos gua Plato, realitas yang sebenarnya berada di dunia terang di luar gua, bukan bayang-bayang dinding gua dari benda yang sebenarnya. Fenomena alam hanyalah bayang-bayang dari bentuk atau ide yang kekal.

Ide Kebahagiaan

Boleh dikatakan bahwa Plato memandang akal sebagai sarana untuk menangkap pengetahuan mengenai segala sesuatu idea dalam realitas, seperti ide kebaikan, ide kebahagiaan dan ide keadilan. Ide kebaikan tertinggi manusia adalah kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang bersifat absolut, abadi dan kekal, bukan kesenangan karena kesenangan hanyalah sekadar memuaskan nafsu badaniah semata. Lalu dari mana kebahagiaan terbentuk?

Dalam konsep Plato, dibandingkan dengan makhluk lain, manusia mempunyai esensi atau bentuk yang tidak sederhana, akan tetapi manusia tersusun dari beberapa elemen yang mengimbangi berbagai kapasitas atau fungsi lainnya. Kemampuan untuk berpikir merupakan kapasitas dan fungsi yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Elemen akal ini merupakan hal yang paling penting. Elemen lainnya terdiri dari nafsu badaniah, yakni hasrat dan kebutuhan dan elemen rohani yang terungkap dalam bentuk emosi, seperti kemarahan, ambisi, kebanggaan, kehormatan, kesetiaan, dan keberanian.

Ketiga elemen tersebut yang terdiri dari akal, rohaniah dan nafsu badaniah disebut dengan jiwa tripartit. Rasa kebahagiaan manusia sebagai kebaikan tertinggi bersumber dari sifat-sifat alaminya yang berfungsi sebagai penyeimbang dari pemenuhan kebutuhan ketiga elemen yang membentuk manusia. Oleh karena itu, karena memiliki jiwa tripartit inilah maka kebaikan tertinggi bagi manusia adalah rasa tenteram atau kebahagiaan. Kebahagiaan didapat dari tiga pemenuhan tiga bagian jiwa di bawah aturan dan kendali akal. Dari ketiga elemen tersebut penggunaan akal sebagai sarana berpikir adalah yang paling penting dalam esensinya sebagai manusia. Dalam hierarki berada pada tingkat tertinggi. Nafsu badaniah berada pada tingkatan paling rendah, sedangkan elemen rohaniah berada pada tingkatan menengah. Inilah yang dikenal sebagai teori diri atau kepribadian tripartit milik Plato.

Harmoni Tripartit

Dengan demikian dari ketiga elemen tidaklah boleh dihilangkan atau diabaikan salah satunya dalam mencapai kebahagiaan. Harmoni atau keseimbangan pemenuhan di antaranya dengan akal sebagai pengarah rohani dan nafsu maka seseorang bisa memuaskan sifat alami manusia yang kompleks. Dan jika setiap elemen mampu berfungsi dalam kapasitas dan perannya masing-masing sesuai dengan bangunan diri, maka kehidupan orang seperti ini bisa dikatakan bijak dan mengalami keadilan jiwa. Penggabungan kepribadiannya menjadi ketenteraman dan kebahagiaan. Keharmonian di antara elemen rasional dan tak rasional jiwa inilah yang harus dipahami, karena berkaitan dengan sikap moral, moralitas seseorang.

Sebagai gambaran misalkan ketika fungsi-fungsi akal terpenuhi sebagai pengendali elemen jiwa lain, maka akal akan menampilkan kebajikannya, yakni dalam bentuk kebijaksanaan. Pada saat elemen roh menunjukkan fungsi kebencian, ambisi, maupun heroiknya dalam batas-batas tertentu, maka elemen ini menunjukkan bentuk keberanian. Berani dalam cinta, perang, maupun dalam persaingan. Elemen nafsu yang menampilkan fungsinya secara benar, maka akan menunjukkan kebajikan karakternya, yakni kendali diri. Yakni dengan menjaga kepuasan jasmaniah pada batas-batasnya. Keseimbangan ketiga karakter kebajikan tersebutlah yang mampu mengantar pada ide kebahagiaan.

Plato menganalogikan dengan jelas tentang fungsi dan peran ketiga elemen dengan analogi lain. Misalkan elemen akal adalah manusia, elemen roh adalah singa, dan elemen nafsu badaniah adalah naga berkepala banyak. Yang menjadi masalah adalah bagaimana cara membujuk singa agar membantu manusia menjaga naga hingga tetap dapat diawasi? Tentu saja dengan peran sebagai ‘pawang’ manusia harus mampu menjaga harmoni serta mengendalikan singa dan naga. (Mat/dari berbagai sumber)*

Tidak ada komentar: